Tangerang,Kemajuanrakyat.id-Korupsi di Indonesia terus menjadi masalah yang semakin merajalela, mulai dari yang berskala kecil hingga besar dan hal ini semakin menutup harapan untuk pemberantasan praktik curang. Terutama dalam sektor sumber daya alam dan energi. Dua kasus besar yang mencuat belakangan ini korupsi di sektor timah dan manipulasi tata kelola BBM Pertamax menjadi bukti nyata bahwa praktik korupsi masih berlangsung secara sistemik, melibatkan pejabat tinggi dan korporasi besar.
Muhammad Yunus, kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kabupaten Tangerang, menilai bahwa fenomena ini sangat tidak etis dan sangat tidak berperikemanusiaan, apalagi di tengah kesulitan yang dialami oleh masyarakat Indonesia. “Pejabat yang masih sempat mencari untung demi kepentingan pribadi di tengah kondisi ekonomi rakyat yang sulit sangat tidak bisa diterima,” ujar Yunus. Kamis, (13/3/2025).
Kasus – kasus besar ini menurutnya, harus segera diusut tuntas sampai ke akar-akarnya tanpa pandang bulu. “Korupsi ini harus diberantas hingga tuntas, agar memberikan efek jera bagi siapa saja yang terlibat,” lanjutnya.
Salah satu kasus besar yang menyita perhatian adalah korupsi di sektor timah yang melibatkan lima perusahaan tambang yang berkolusi dengan eksekutif PT Timah Tbk. Dalam praktik penambangan ilegal ini, negara mengalami kerugian hingga Rp.29 triliun dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan diperkirakan mencapai Rp.271 triliun.
Yunus menyatakan, “Praktik ilegal ini tidak hanya merampas kekayaan negara, tetapi juga merusak ekosistem. Hutan dan lahan yang seharusnya dilestarikan malah dihancurkan, tanpa memikirkan dampak jangka panjang terhadap masyarakat dan lingkungan.”
Namun yang lebih memprihatinkan lanjutnya, adalah seringnya para pelaku korupsi hanya mendapat hukuman ringan atau bahkan bebas menikmati hasil kejahatannya.
Di sektor energi, Kejaksaan Agung baru – baru ini mengungkapkan skandal besar dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina. Modus operandi yang ditemukan adalah pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) RON 90 (Pertalite) menjadi RON 92 (Pertamax), yang menyebabkan negara mengalami kerugian hingga Rp.193,7 triliun.
Yunus menegaskan, “Kejahatan semacam ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap kepentingan publik. BBM bersubsidi yang seharusnya dinikmati oleh rakyat kecil malah disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.”
Menurutnya, ini sangat bertentangan dengan amanat UUD 1945 Pasal 33 ayat (3), yang menyatakan bahwa kekayaan alam harus dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar – besar kemakmuran rakyat.
Yunus menekankan bahwa masalah korupsi ini tidak akan selesai jika sistem hukum yang ada tidak segera diperbaiki. Salah satu solusinya, menurutnya, adalah dengan mengesahkan RUU Perampasan Aset yang akan memungkinkan negara untuk segera menyita aset hasil korupsi tanpa harus menunggu proses hukum yang panjang.
“RUU ini sudah terbukti efektif di negara-negara seperti Amerika Serikat dan Singapura. Jika pemerintah dan DPR benar-benar serius memberantas korupsi, pengesahan RUU ini harus menjadi prioritas utama,” ujar Yunus.
Ia menambahkan, “Semakin lama RUU ini tertahan di DPR, semakin banyak uang negara yang hilang, dan semakin banyak rakyat yang menjadi korban.”
Muhammad Yunus mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama mengawasi dan mendesak pemerintah serta DPR agar segera mengesahkan RUU Perampasan Aset tanpa kompromi. “Jika tidak, korupsi akan terus merajalela, dan rakyat yang akan menanggung akibatnya. Indonesia tidak boleh menjadi surga bagi para koruptor,” tutupnya tegas.
( Yuyi Rohmatunisa)
Komentar