Serang,Kemajuanrakyat.id-Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menegaskan bahwa penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat, khususnya peristiwa 1965 harus menjadi prioritas utama pemerintah.
Tim Tidak Lanjut Hasil Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Komnas HAM, dalam sejumlah hal penting terkait penyelidikan dan tuntutan untuk tindakan tegas oleh pemerintah kembali disuarakan.
Komnas HAM telah mendata banyaknya korban dalam peristiwa pelanggaran HAM berat sepanjang sejarah Indonesia, termasuk peristiwa 1965. Hal ini menandakan urgensi untuk menyelesaikan masalah ini dengan segera.
“Hasil penyelidikan Komnas HAM menunjukkan bahwa peristiwa 1965 adalah pelanggaran HAM berat. Namun hingga kini, tindak lanjut dari pemerintah belum ada,” ungkap Tim Penyelidikan Komnas HAM kepada wartawan Rabu, (19/3/2025).
Meskipun penyelidikan sudah dilaksanakan dan hasilnya akan dituangkan dalam Surat Keputusan Komisi Penyelidikan dan Pemulihan Hak Asasi Manusia (SKKP HAM), serta sudah disampaikan kepada pemerintah yang pada saat itu masih di jabat oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, hingga saat ini belum ada tindak lanjut yang signifikan dari pemerintah.
Menurut undang-undang yang berlaku, khususnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Komnas HAM memiliki mandat untuk melakukan penyelidikan terhadap peristiwa pelanggaran HAM berat.
“Komnas HAM bekerja sesuai dengan mandat undang-undang yang ada. Setelah penyelidikan selesai, tahapan selanjutnya adalah penyidikan yang seharusnya dilakukan oleh Jaksa Agung,” jelasnya.
Namun, meskipun telah ada 17 peristiwa pelanggaran HAM yang diselidiki Komnas HAM, hanya empat yang diproses lebih lanjut, yaitu peristiwa Timor Timur, Tanjung Priok, Adipura dan Paniai.
“Kami sudah menyelesaikan tugas penyelidikan. Mengapa sisanya belum diproses, itu menjadi pertanyaan yang harus dijawab oleh Kejaksaan Agung,” tambahnya.
Komnas HAM juga menyoroti bahwa meskipun Instruksi Presiden (Inpres) yang diterbitkan pada masa Presiden Joko Widodo diharapkan bisa memberikan kompensasi kepada para korban, kenyataannya hingga kini masih banyak korban yang belum menerima hak mereka. Bahkan, ada gugatan melalui PTUN oleh korban karena masa satu tahun yang diberikan dalam Inpres dianggap tidak cukup untuk menyelesaikan masalah tersebut.
“Kompensasi yang diberikan masih sangat terbatas, hanya bersifat simbolik, seperti di Aceh dan Palu. Banyak korban yang masih belum mendapatkan keadilan,” katanya.
Lebih lanjut, Komnas HAM mengungkapkan bahwa meskipun tantangan besar dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat tetap ada, baik dari segi hukum formal maupun rekonsiliasi, lembaga ini tetap menjalankan mandatnya untuk memberikan perlindungan kepada para korban.
“Setiap korban berhak untuk mengakses layanan medis dan psikososial. Komnas HAM akan terus memberikan surat keterangan korban pelanggaran HAM berat sebagai bentuk pengakuan terhadap penderitaan yang mereka alami,” tutupnya.
Dalam hal edukasi, Komnas HAM berharap generasi muda dapat memahami akar sejarah peristiwa – peristiwa tersebut agar tidak terjebak dalam ketidaktahuan atau bahkan manipulasi dalam kontestasi politik. Komnas HAM juga menyadari bahwa meskipun telah melakukan berbagai upaya penyuluhan, jangkauan mereka terbatas. Oleh karena itu, mereka mengajak semua pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat untuk bekerja sama dalam mengedukasi dan memastikan agar peristiwa pelanggaran HAM berat tidak terulang di masa depan.
Harapannya, Komnas HAM akan terus berkomitmen untuk menjalankan tugas dan fungsi sesuai amanat undang – undang, memberikan layanan terbaik kepada korban, serta memastikan bahwa negara tidak melupakan keadilan bagi mereka yang pernah menjadi korban pelanggaran HAM berat.
( Yuyi Rohmatunisa)
Komentar