Serang,Kemajuanrakyat. id-Di tengah tantangan global yang semakin kompleks, gagasan Anregurutta (AG) Prof. Nasaruddin Umar tentang Kurikulum Cinta menjadi sorotan utama dalam dunia pendidikan. Kurikulum ini, yang digagas untuk diterapkan di bawah Kementerian Agama, tidak hanya sebagai sebuah konsep baru, tetapi sebuah terobosan yang berakar pada nilai-nilai universal, yakni cinta.
Dalam wawancara eksklusif dengan Prof. Dr. Wawan Wahyuddin, M.Pd, Rektor UIN SMH Banten. Rabu, (8/01/2025) kita berkesempatan menggali lebih dalam tentang makna dan implementasi gagasan ini dalam pendidikan.
Cinta: Pilar Kemanusiaan dalam Pendidikan
Menurut Prof. Wawan Wahyuddin, gagasan Kurikulum Cinta ini muncul sebagai respons terhadap krisis kemanusiaan dan lingkungan yang tengah melanda dunia. “Cinta adalah fondasi dari kebersamaan, kedamaian, dan keharmonisan,” jelasnya.
Kurikulum Cinta, yang digagas oleh Anregurutta Prof. Nasaruddin Umar, bertujuan untuk menanamkan nilai cinta dalam setiap aspek kehidupan, mulai dari hubungan antarindividu, hingga interaksi dengan alam dan Tuhan.
Dalam pandangannya, pendidikan yang berlandaskan cinta akan melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kaya akan empati, toleransi, dan kepedulian.
“Pendidikan harus mengajarkan bagaimana mencintai tanpa menghakimi, memahami tanpa prasangka, dan menyapa tanpa menyakiti,” tuturnya.
Nilai – nilai ini, lanjut Prof. Wawan akan membentuk pribadi yang mampu menciptakan perdamaian dalam keberagaman.
Deklarasi Istiqlal: Seruan Global untuk Cinta
Prof. Wawan juga mengungkapkan bahwa gagasan Anregurutta tidak terbatas pada ruang kelas semata. Melalui Deklarasi Istiqlal, Anregurutta menyerukan aksi global untuk mengatasi dehumanisasi dan eksploitasi alam yang semakin merusak kehidupan. “Deklarasi ini mengingatkan kita bahwa cinta harus diterjemahkan dalam tindakan nyata, bukan hanya sebagai narasi kosong,” ujarnya.
Konsep ini mengingatkan bahwa dehumanisasi yang terjadi dalam bentuk kekerasan dan konflik, serta kerusakan lingkungan akibat eksploitasi yang tidak bertanggung jawab, merupakan dampak dari hilangnya esensi cinta dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai respons, Kurikulum Cinta menjadi langkah strategis untuk menanamkan nilai cinta dalam benak generasi penerus bangsa.
Mengimplementasikan Cinta dalam Kurikulum
Dalam implementasinya, Kurikulum Cinta berupaya mengubah paradigma pendidikan yang selama ini lebih mengedepankan aspek kognitif semata.
Kurikulum ini tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga memberikan ruang untuk perkembangan karakter siswa melalui pembelajaran nilai-nilai cinta.
“Misalnya, di kelas, siswa diajarkan untuk saling menghormati, tidak ada ruang bagi kebencian terhadap perbedaan, dan yang lebih penting, untuk membangun ruang inklusivitas,” jelas Prof. Wawan.
Bagi Prof. Wawan, langkah ini sangat penting untuk menghadirkan pendidikan yang lebih manusiawi dan penuh kasih. Kurikulum Cinta mengedepankan pentingnya keteladanan dari pendidik, yang harus bisa menjadi contoh dalam mengimplementasikan nilai cinta tersebut dalam kehidupan sehari-hari. “Cinta itu bukan hanya sebuah teori, tetapi harus dijalankan dalam setiap tindakan,” imbuhnya.
Menjadi Bagian dari Peradaban Cinta
Prof. Wawan menegaskan bahwa konsep Kurikulum Cinta bukan hanya sekadar tugas para pendidik, tetapi juga tanggung jawab kita semua. “Cinta bukan hanya tentang hubungan personal, tetapi juga bagaimana kita berinteraksi dengan sesama, lingkungan, dan Tuhan,” katanya.
Dalam pandangan beliau, pendidikan berbasis cinta ini seharusnya menjadi fondasi bagi terciptanya peradaban yang lebih baik di masa depan.
Dengan langkah kecil yang dimulai dari diri sendiri, kita semua dapat berkontribusi dalam membangun dunia yang lebih penuh cinta. “Karena, sebagaimana yang diajarkan oleh Anregurutta, cinta adalah inti dari kehidupan itu sendiri,” tutupnya.
Pendidikan berbasis Ar-Rahman yang mengajarkan tentang cinta sebagai spirit kehidupan ini, bukan hanya akan menciptakan generasi yang cerdas, tetapi juga penuh kasih sayang, toleransi, dan peduli terhadap sesama.
( Yuyi Rohmatunisa)
Komentar